• Kalau kita merefleksikan kembali bagaimana cita-cita para founding father dengan adanya kemerdekaan ini, maka tidak lain mereka menginginkan agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mandiri, tangguh, modern sehingga mampu mengatur roda pemerintahan sebuah negara yang mengantarkan bangsanya menjadi bangsa yang makmur, sejahtera dan terdidik. Kita generasi penerus harus merefleksikan cita-cita mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
• Oleh karena itu, para pembuat kebijakan bangsa ini baik ditingkat pusat maupun daerah atau yang berada pada lembaga eksekutif ataupun legislatif benar-benar memahami prinsip-prinsip kepemimpinan.
• Banyak pemimipin yang egois, tidak mampu mengolah sumber datya yang ada, hanya memntingkan kelompok dan yang bersikap yesman kepadanya. Maka banyak perusahaan yang dipimpin oleh orang-orang yang tak pantas, akhir hasil produksi menurun, karyawan malas bekerja.
• Ada instropeksi diri atau berhati-hati setiap langka/tindakan dan bersikaplah netral pada bawahan, serta selalu dapat memberikan solusi pada bawahan
• Seorang pemimpin harus menyenangkan bawahan, akrab dengan mereka sehingga mereka akan memberi masukan dan menerima masukan demi kemjuan perusahaan.
Sabtu, 26 September 2009
Kenapa Bangsa Indonesia Disepelekan Bangsa Lain ?
Dahulu kala pendiri bangsa Indonesia Bung Karno dan Hatta sangat menginginkan bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar, mempunya jati diri yang membanggakan bagi kita semua bangsa yang majemuk ini. Jati diri bangsa Indonesia yang sempat terbang tinggi bagai burung garuda, sekarang ini seolah olah tidak mempunyai sayap lagi. Sang pendiri bangsa Indonesia membuat satu cita cita luhur dan mulia, yaitu ingin bangsa ini menjadi bangsa yang besar, harum namanya ( bukan harum korupsinya), makmur, sejahtera aman dan tentram, yang tergambar dalam Pancasila dan UUD 45. Namun harus diakui, jati diri manusia Indonesia mengalami perubahan dan pergeseran amat signifikan dalam beberapa tahun terakhir ini. Dan sayangnya, perubahan ini mengarah pada sesuatu yang negatif. Penampilan yang amat sempurna dari perubahan jati diri itu dapat dinikmati lewat rangkaian peristiwa: kerusuhan antarkelompok masyarakat, pertentangan antarkampung dan desa, pengeroyokan, pembunuhan sadis, mutilasi, dan berbagai peristiwa sejenis lainnya yang terjadi di berbagai wilayah Tanah Air, seperti: “kasus ambalat” mencerminkan betapa jati diri bangsa sudah tidak di pandang oleh Negara tetangga kita. “Kasus Tki” membuat semua rakyat Indonesia menjadi pilu, melihat betapa anak bangsa Indonesia yang di siksa hingga sedemikian rupa. “kasus jatuhnya pesawat TNI” ini membuka mata kita betapa lemahnya pesawat tempur milik kita yang tanpa berperang kita bisa jatuh sendiri. Demikian pula aset budaya kita: batik, lagu Rasa Sayange, dan Reog Ponorogo, Tari Pendet asal Bali diklaim oleh Malaysia menjadi budaya mereka. Apa krisis multi dimensional yang terjadi membuat kita lupa akan jati diri sebenarnya bangsa Indonesia? Mari kita bersama-sama dan gotong royong memperjuangkan jati diri bangsa Indonesia, memulihkan kembali nama baik bangsa kita di mata dunia, jadikan bangsa ini sebagai bangsa yang “diajeni” kata orang Jawa, maksudnya adalah menjadi bangsa yang dihargai, dipandang dan punya wibawa dimata internasional.
Arus Balik setelah Mudik Lebaran
Bagi warga Jakarta pada tahun 2009 ini berkesempatan untuk mudik lebaran ke kampung halaman diperkirakan mencapai 27,25 juta orang. Banyak orang mudik untuk menunjukkan keberhasilan di rantau, sebagai show kesuksesan, yang diwujudkan dalam benda-benda materi semacam mobil, aksesoris, perhiasan sampai oleh-oleh dan bagi-bagi uang pada kerabat. Sudah selayaknya keberhasilan itu, ingin ditunjukkannya pada keluarga dan kerabat bahwa dirinya telah berhasil untuk dihormati kaum kerabatnya. Ada suatu keluarga yang selama ini tidak dianggap keluarga pulang bermobil BMW, berarloji rolex, dan logatnya sudah jakartaan. Tentu saja dia jadi bintang diantara kerabatnya. Hebat dia. Kepulangannya menaikkan status. Ia berhasil dalam perantauannya.
Namun setelah selesai lebaran harus segera kembali ke Jakarta, untuk kembali kepada pekerjaan semula. Inilah yang membuat arus balik ke Jakarta sangat meningkat. Kita dapat melihat di berbagai siaran Sejak H+4 kemarin hingga Jumat (25/9) Ratusan calon penumpang kereta api kelas ekonomi di sejumlah stasiun KA tak terangkut di Stasiun Madiun, Jawa Timur. Mereka tak bisa terangkut karena kereta yang datang sudah penuh. Puncak arus balik melalui Stasiun Madiun diperkirakan terjadi pada H+6. Demikian juga di Stasiun Purwokerto, Jawa Tengah, Tingginya lonjakan jumlah penumpang kereta api ekonomi membuat ribuan orang berdesakan untuk berebut masuk kereta. Akibatnya sejumlah calon penumpang pingsan karena tak kuat berdesakan. Sedangkan penumpang yang tidak mendapatkan tempat duduk rela bergelantungan di pintu dan lorong kereta api, kendati hal itu sangat berbahaya. Mereka mengaku terpaksa rela berdesakan karena harus segera kembali ke Jakarta untuk kembali bekerja.
Namun setelah selesai lebaran harus segera kembali ke Jakarta, untuk kembali kepada pekerjaan semula. Inilah yang membuat arus balik ke Jakarta sangat meningkat. Kita dapat melihat di berbagai siaran Sejak H+4 kemarin hingga Jumat (25/9) Ratusan calon penumpang kereta api kelas ekonomi di sejumlah stasiun KA tak terangkut di Stasiun Madiun, Jawa Timur. Mereka tak bisa terangkut karena kereta yang datang sudah penuh. Puncak arus balik melalui Stasiun Madiun diperkirakan terjadi pada H+6. Demikian juga di Stasiun Purwokerto, Jawa Tengah, Tingginya lonjakan jumlah penumpang kereta api ekonomi membuat ribuan orang berdesakan untuk berebut masuk kereta. Akibatnya sejumlah calon penumpang pingsan karena tak kuat berdesakan. Sedangkan penumpang yang tidak mendapatkan tempat duduk rela bergelantungan di pintu dan lorong kereta api, kendati hal itu sangat berbahaya. Mereka mengaku terpaksa rela berdesakan karena harus segera kembali ke Jakarta untuk kembali bekerja.
Rabu, 23 September 2009
Liburan Sekolah Idul Fitri 2009
Jatuhnya Hari Raya Idul Fitri 2009 adalah tanggal 21 dan 22 September 2009. Untuk anak-anak sekolah sudah libur sejak 18 September 2009, sehingga mereka sudah dapat menikmati liburan ke tempat-tempat wisata di Indonesia seperti Bali, tapi ada juga yang ke luar negeri. Bagi yang ekonomi pas-pasan berlibur ke kampung halaman, melihat nenek dan sanak keluarga. Senin 4 Oktober 2009 Sekolah mulai dari SD, SMP, dan SMA sudah aktif belajar. Bahkan yang sudah kelas 12 SMA sudah ada yang memulai Pendalaman Materi untuk mempersiapkan Ujian Nasional tahuin 2010.
Banyaknya mudik lebaran, maka sabtu 19 Sepetember hingga Selasa 22 September Jakara sepi, tidak ada kemacetan jalan. Mulai Rabu 23 September berangsur-angsur Jakarta mulai ramai dengan kendaraan. Apalagi pada tanggal 4 Oktober 2009 nanti pada saat permulaan masuk sekolah Jakarta akan padat. Pemda DKI Jakarta,. mulai tanggal 5 Januari 2009, telah memberlakukan jam masuk sekolah pukul 06:30. Kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memajukan jam masuk sekolah lebih pagi dari pukul 07.00 ke pukul 06.30 WIB merupakan solusi termutakhir yang ditempuh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan kota Jakarta yang biasanya sangat padat pada jam-jam masuk sekolah dan masuk kantor. juntakpos@rocketmail.com
Banyaknya mudik lebaran, maka sabtu 19 Sepetember hingga Selasa 22 September Jakara sepi, tidak ada kemacetan jalan. Mulai Rabu 23 September berangsur-angsur Jakarta mulai ramai dengan kendaraan. Apalagi pada tanggal 4 Oktober 2009 nanti pada saat permulaan masuk sekolah Jakarta akan padat. Pemda DKI Jakarta,. mulai tanggal 5 Januari 2009, telah memberlakukan jam masuk sekolah pukul 06:30. Kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memajukan jam masuk sekolah lebih pagi dari pukul 07.00 ke pukul 06.30 WIB merupakan solusi termutakhir yang ditempuh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan kota Jakarta yang biasanya sangat padat pada jam-jam masuk sekolah dan masuk kantor. juntakpos@rocketmail.com
Selasa, 22 September 2009
Modernisai Pendidikan
Modernisasi Pendidikan
DI Eropa, istilah "modernisasi" pada abad ke-19 dan awal ke-20 merujuk pada tumbuhnya rasionalitas dan sekularisme (menjauh dari agama) dan terbebasnya masyarakat dari cengkeraman rezim penguasa otoriter dan dari kepercayaan takhayul. Kini modernisasi sering diartikan sebagai pertumbuhan ekonomi, industrialisasi, atau bahkan secara sempit dimaknai sebagai westernisasi.
Modernisasi membawa perubahan yang menyeluruh dalam tatanan kehidupan. Kunci utamanya adalah pencerahan iptek dan tumbuhnya industrialisasi yang mengakibatkan banyak hal, antara lain: meningkatnya produktivitas ekonomi, pendapatan yang relatif sama, dan meluasnya mobilitas sosial. Kota-kota tumbuh, media massa berkembang, tingkat literasi dan kesempatan pendidikan semakin tinggi, standar hidup semakin baik, dan kondisi kesehatan dan sanitasi semakin meningkat.
Lembaga-lembaga pemerintah, keagamaan, dan keluarga pun terkena dampaknya. Peran keluarga inti (nuclear family) semakin menguat dan peran keluarga ikutan (extended family) semakin longgar. Sudut pandang, nilai-nilai, dan orientasi hidup berubah. Rakyat semakin terbuka terhadap pengalaman baru sehingga teritori sosialnya semakin luas. Sementara itu, kehidupan beragama -- khususnya di negara-negara Barat -- meluntur menjadi sekuler. Agama menjadi tersubordinasi oleh kuasa negara dan ekonomi.
Dari gambaran di atas, jelaslah bahwa modernisasi itu secara kasat mata terlihat dalam wujud material (hard culture) sebagai buah teknologi dan dalam wujud tata kehidupan dan kebiasaan (soft culture) sebagai kultur baru. Tak pelak lagi, wujud material dan wujud kultural ini dibentuk oleh pendidikan. Operasionalisasi alat-alat canggih dan mesin birokrasi pemerintahan hanya mungkin dilakukan oleh tenaga terdidik. Artinya, tanpa pendidikan tidak mungkin ada modernisasi.
DI Eropa, istilah "modernisasi" pada abad ke-19 dan awal ke-20 merujuk pada tumbuhnya rasionalitas dan sekularisme (menjauh dari agama) dan terbebasnya masyarakat dari cengkeraman rezim penguasa otoriter dan dari kepercayaan takhayul. Kini modernisasi sering diartikan sebagai pertumbuhan ekonomi, industrialisasi, atau bahkan secara sempit dimaknai sebagai westernisasi.
Modernisasi membawa perubahan yang menyeluruh dalam tatanan kehidupan. Kunci utamanya adalah pencerahan iptek dan tumbuhnya industrialisasi yang mengakibatkan banyak hal, antara lain: meningkatnya produktivitas ekonomi, pendapatan yang relatif sama, dan meluasnya mobilitas sosial. Kota-kota tumbuh, media massa berkembang, tingkat literasi dan kesempatan pendidikan semakin tinggi, standar hidup semakin baik, dan kondisi kesehatan dan sanitasi semakin meningkat.
Lembaga-lembaga pemerintah, keagamaan, dan keluarga pun terkena dampaknya. Peran keluarga inti (nuclear family) semakin menguat dan peran keluarga ikutan (extended family) semakin longgar. Sudut pandang, nilai-nilai, dan orientasi hidup berubah. Rakyat semakin terbuka terhadap pengalaman baru sehingga teritori sosialnya semakin luas. Sementara itu, kehidupan beragama -- khususnya di negara-negara Barat -- meluntur menjadi sekuler. Agama menjadi tersubordinasi oleh kuasa negara dan ekonomi.
Dari gambaran di atas, jelaslah bahwa modernisasi itu secara kasat mata terlihat dalam wujud material (hard culture) sebagai buah teknologi dan dalam wujud tata kehidupan dan kebiasaan (soft culture) sebagai kultur baru. Tak pelak lagi, wujud material dan wujud kultural ini dibentuk oleh pendidikan. Operasionalisasi alat-alat canggih dan mesin birokrasi pemerintahan hanya mungkin dilakukan oleh tenaga terdidik. Artinya, tanpa pendidikan tidak mungkin ada modernisasi.
Langganan:
Postingan (Atom)