Tugas Remidial Sosiologi XII IPS B
Peran makanan dalam kebudayaan merupakan kegiatan ekspresif yang memperkuat kembali hubungan-hubungan dengan kehidupan sosial, sanksi-sanksi, agama, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi dengan berbagai dampaknya. Dengan kata lain, kebiasaan makan atau pola makan tidak hanya sekadar mengatasi tubuh manusia saja, melainkan dapat memainkan
peranan penting dan mendasar terhadap ciri-ciri dan hakikat budaya makan.
Berbicara tentang konsep makanan, maka makanan dapat berasal dari laut, tanaman yang tumbuh di pertanian, yang dijual di pasar tradisional maupun
supermarket. Makanan tidaklah semata-mata sebagai produk organik hidup dengan kualitas biokimia, tetapi makanan dapat dilihat sebagai gejala budaya. Gejala budaya terhadap makanan dibentuk karena berbagai pandangan hidup masyarakatnya. Suatu kelompok masyarakat melalui pemuka ataupun mitos-mitos (yang beredar di masyarakat) akan mengijinkan warganya memakan makanan yang boleh disantap dan makanan yang tidak boleh disantap. “Ijin” tersebut menjadi semacam pengesahan atau legitimasi yang muncul dalam berbagai peraturan yang sifatnya normatif. Masyarakat akan patuh terhadap hal itu. Munculnya pandangan tentang makanan yang boleh dan tidak boleh disantap menimbulkan kategori “bukan makanan” bagi makanan yang tidak boleh disantap. Hal itu juga memunculkan pandangan yang membedakan antara nutrimen (nutriment) dengan makanan (food). Nutrimen adalah konsep biokimia yaitu zat yang mampu untuk memelihara dan menjaga kesehatan organisme yang memakannya. Sedang makanan (food) adalah konsep
budaya, suatu pernyataan yang berada pada masyarakat tentang makanan yang dianggap boleh dimakan dan yang dianggap tidak boleh dimakan dan itu bukan sebagai makanan (Foster & Anderson, 1986:313-314). Sebagai animal symbolicum (mahluk yang bersimbol), manusia memiliki berbagai symbol yang muncul dalam bentuk bahasa, seni, pengetahuan, sejarah, dan religi.
Hubungan atau relasi antar manusia dapat dilakukan secara konseptual dan psikologis melalui pernyataanpernyataan bahasa. Bahasa dapat dianggap sebagai ekspresi atau ungkapan pengalaman kehidupan manusia. Melalui ujaran dan tulisan, bahasa itu diungkapkan secara nyata dan dipahami oleh manusia.
Bagaimana hubungan antara makan dan bahasa? Dalam kebudayaan manusia, maka makanan selalu memiliki nama, baik nama yang berasal dari berbagai daerah (misalnya gudeg untuk makanan khas Yogya, empekempek untuk makanan khas Palembang, soto sulung untuk makanan khas Surabaya dan sebagainya) maupun dari luar negeri (burger, spaghetti, pizza, ice cream, sushi, dan sebagainya). Melalui sebutan nama pada makanan tersebut, hubungan makanan dan bahasa terjadi. Sebenarnya dengan penamaan itu, perasaan orang terbangkitkan dan beberapa keinginan juga menyertainya ketika melakukan tindakan tertentu.
Makanan yang disebut sebagai jajan pasar akan hadir ketika masyarakat Jawa melakukan ritual “slametan” dan makanan itu sebagai salah satu syarat sesaji.
Di sisi lain, kehidupan manusia di abad globalisasi ini sangat kompleks dan multikultural. Berbagai fenomena tersebut hadir di tengah masyarakat, begitu juga dengan makanan. Makanan dikemas dan diberi label dengan pernyataan bahasa yang menarik. Dengan demikian, label-label yang dimunculkan melalui pernyataan bahasa atau teks dapat men jadi bahan untuk dianalisis.
Melalui pernyataan tersebut muncul sebenarnya isi pikiran serta persepsi manusia yang berkaitan dengan objek yang diinginkan serta realitas yang menyertainya.
Objek tersebut berupa makanan yang dipasarkan dalam kemasan tertentu. Sedang realitas adalah kenyataan akan keinginan agar makanan tersebut laku dijual. Oleh karena itu perlulah pernyataan itu dibuat dengan tujuan tertentu, yaitu menarik orang untuk membeli makanan tersebut. Dengan demikian terjadi suatu hubungan antara pernyataan (proposisi) dan pikiran yang
Dengan demikian yang perlu diungkapkan dalam tulisan ini adanya dimensi dalam budaya makan yang berdampak pada munculnya masyarakat konsumtif, dan teknologi. Kemuadian, adanya pola hubungan antara perilaku makan suatu masyarakat dengan perilaku budayanya. Maka perlu masyarakat luas
sebagai masyarakat penyantap makanan memiliki hak mendapatkan informasi tentang proses produksi makanan sehat serta memberikan pengetahuan etika makanan (food ethics) kepada pihak yang terkait dalam proses makanan.